Kamis, 19 Juni 2014

Lihat dan Petik Hikmahnya

Assalamualaikum dan selamat pagii..
Kali ini saya akan berbagi cerita untuk semua. Selamat membacaaa !!!



Awal cerita ini bermula pada dua hari sebelum pengumuman SBMPTN. Saat itu ketika sore hari, ayah mengajak saya berbicara. Sebelumnya ayah hanya bercanda seperti pada sore-sore sebelumnya. Namun ketika sudah lama bercerita ayah seperti menjuruskan pada topik pembicaraan.
            Ayah menanyakan ke mana pilihan jurusan dan universitas yang saya ambil saat pemilihan SBMPTN.Saya menjawab bahwa, pilihan saya pada jurusan Psikologi,  pertama di USU dan pilihan lainnya berada di luar Medan.  Saat itu ayah langsung mengutarakan keinginan langsung pada saya. Ayah mengatakan pada saya, bahwa saya tidak diperbolehkan mengambil atau melanjutkan apabila saya diterima di luar kota. Saat itu seperti petir yang menyambar hati, saya langsung bergetar. Saya merasakan air mata sudah seperti bendungan di pelupuk mata saya. Bagaimana bisa, awalnya ayah mengizinkan apabila saya diterima di luar kota, tapi ini apa. Dua hari sebelum pengumuman ayah sudah memberikan ultimatum yang langsung meluluhlantahkan pendirian dan kepercayaan diri saya. Saya yang pada dasarnya sudah sangat percaya dapat lulus pada pilihan saya yang berada di luar kota langsung minder. Kemungkinan-kemunginan buruk langsung muncul di pikiran saya.
Saya mencoba untuk tegar, mengatakan dan membujuk ayah saya untuk mempertimbangkan kembali keputusan beliau. Saya tidak dapat membendung lagi perasaan saya. Saya seketika menangis dengan tersedu-sedu. Segala pemikiran berkecamuk dalam diri saya.Saya langsung membayangkan apabila saya tidak lulus akan banyak pihak yang saya kecewakan. Ibu saya, kakak-kakak saya dan sudah tentu ayah saya juga kecewa.
 Di saat saya sedang menangis, saya mendengar ayah saya menjelaskan alasan beliau mengapa saya tidak diizinkan untuk melanjutkan ke luar kota. Beliau mengatakan bahwa beliau mengkhawatirkan keadaan saya. Beliau khawatir dengan keadaan saya yang menurut beliau tidak akan sanggup jika jauh dari beliau, terutama dari ibu saya. Beliau mengatakan bahwa saya adalah anak bungsu yang memilki daya tubuh lemah. Saya masih ingat dengan jelas kata-kata beliau pada saya, “Dinda ini badannya rentan, tiap bulan Dinda pasti sakit. Kalau nanti di luar kota, siapa yang bakalan jagain dan rawat Dinda di sana”. Seketika itu juga air mata saya kembali mengalir dengan derasnya. Saat itu saya menangis dengan tersedu-sedu di samping tangan kiri ayah saya.
Ayah termasuk pribadi yang tegas, ketika beliau sudah mengatakan tidak, maka benar perkataan itu tidak dapat dirubah. Meskipun saya memaksa, ayah tetap tegas pada pendirian beliau. Sebenarnya, dari sorot mata beliau, beliau juga tidak tega mengatakan hal ini pada saya. Beliau bahkan sengaja menghindari kontak mata ketika saya menangis. Saya kemudian menyadari sebuah hal, sekuat apapun saya memaksa saya akan tetap tidak diizinkan. Ayah juga bukan pribadi yang suka menyampaikan perihal secara langsung pada anak-anak beliau. Biasanya beliau lebih memilih, membiarkan ibu saya yang menyampaikan maksudya. Ayah memang sangat menyayangi saya, sehingga beliau ingin saya benar-benar mengikuti keinginan beliau. Dengan berat hati yang perlahan mencoba untuk ikhlas, akhirnya saya mengiyakan keinginan beliau. Dalam hati saya bertekad, apapun keputusan kelulusan SBMPTN nanti, saya akan menerima dengan lapang dada.
Tiba hari pengumuman SBMPTN, dengan berdebar saya melihat hasil pengumuman tersebut. Betapa terkejut dan bahagianya hati saya ketika saya melihat kata LULUS pada pengumuman tersebut di USU. Saya langsung memberitahukan berita itu pada orangtua saya. Ibu saya menangis bahagia, saya juga menangis. Bagaimana dengan ayah? Ayah juga sangat bahagia dengan berita kelulusan saya. Saat itu juga saya langsung mengingat kejadian dua hari yang lalu.
Kejadian dua hari yang lalu merupakan hal yang berkesan menurut saya, karena dari situ saya melihat betapa sayangnya orang tua saya terhadap saya. Betapa mereka lebih mengetahui mana yang terbaik untuk saya. Betapa berutungnya saya memiliki orangtua seperti mereka. Terlintas pertanyaan dalam diri saya, apabila saat itu saya tetap bersikeras, apakah saya akan tetap lulus juga? Sebuah pertanyaan dan akhirnya terjawab oleh saya. Saya meyakini bahwa semua ini juga berkat doa orangtua saya, melihat keinginan saya yang begitu keras, saya yakin orangtua saya juga tidak ingin kecewa terhadap apa yang sudah saya usahakan. Saya menganggap kelulusan ini adalah doa orangtua yang memang sengaja sudah dipersiapkan untuk saya. Sejak itu saya menyadari, banyak hal yang lebih diketahui oleh orangtua, apa saja yang terbaik untuk saya. Sudah seharusnya saya ikhlas dan mengikuti kemauan serta keinginan mereka agar hasil terbaik dapat diperoleh dengan mudah. 


"Banyak hal di dunia ini yang sudah kita rencanakan dengan indah, tetapi tetap saja, semua terjadi atas kehendak Allah. Mintalah doa orang tua  agar semua rencana menjadi berkah. Berkah yang dikendaki Allah" - Dinda yang sudah dewasa
 Terima kasih sudah membaca :") Semoga bermanfaat untuk semua ^^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar