Rabu, 04 Juni 2014

Faktor Penentu Absensi Turnover dan Komitmen Kerja



FAKTOR PENENTU ABSEN
Pencarian karateristik perorangan dan variabel organisasi yang berkaitan dengan absen telah berkembang sebagian karena kesadaran  bahwa ketidakpuasan kerja saja tidaklah cukup untuk menjelaskannya. Namun harus dicatat bahwa mereka yang menyatakan hipotesa “ketidakpuasan kerja menyebabkan absen” telah memberikan sumbangan yang berarti dalam penelitian ini. Dengan usaha mengidentifikasikan karateristik dan variabel berkaitan dengan ketidakpuasan (dan dengan lebih banyak absen) , mereka telah menghasilkan kumpulan data yang sangat berguna. Steers dan Rhodes memberikan kerangka kerja umum untuk mengorganisasikan dan memahami penelitian masalah absen yang dilukiskan dalam gambar. Disini kita akan meriview hubungan dari dua kategori besar dari variable perorangan dan variable organisasi.

1.      Faktor Pribadi
Ada beberapa faktor yang berasal dari karyawan yang menyebabkan absensi yaitu:
ü  Jenis kelamin: perempuan lebih cenderung melakukan absensi daripada laki-laki karena,  perempuan selain mremiliki pekerjaan dalam organisasi, mereka juga memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga seperti suami, anak dan keadaan lingkungan rumah.
ü  Tingkat pekerjaan
ü  Lama kerja
ü  Tuntutan pekerjaan
2.      Faktor Organisasi
Ada beberapa faktor yang berasal dari organisasi yang menyebabkan absensi,  yaitu:
ü  Sifat kerja: semakin membosankan suatu pekerjaan, maka kecenderungan munculnya ketidakpuasan kerja semakin besar. Ketidakpuasaan kerja ini akan menyebabkan para karyawan melakukan absensi. Namun pekerjaan yang menyenangkan, menarik akan mendorong karyawan untuk lebih bersemangat dalam melakukan pekerjaan mereka. Bagi mereka absensi adalah hal yang tidak baik, bahkan merugikan bagi mereka.
ü  Ukuran kelompok: kelompok organisasi yang kecil memiliki tingkat absensi yang lebih kecil. Karena, anggota kelompok memiliki tanggung jawab pada pekerjaan yang telah dibagi. Mereka biasanya akan melakukan pekerjaan secepat mungkin tanpa menunggu orang lain melukukannya. Sedangkan kelompok besar cenderung memiliki tingkat absensi yang lebih besar. Karena biasanya jika dalam sebuah kelompok terdapat banyak orang, anggota kelompok cenderung mengundur pekerjaan mereka dan berharap anggota lain yang akan melakukannya. Inilah hal-hal yang membuat mereka cenderung melakukan absensi.
ü  Shift kerja: ada beberapa jenis pekerjaan yang memiliki shift kerja seperti satpam dan lainnya. Ada 3 shift dalam sehari yaitu pagi, sore dan malam. Shift kerja pada waktu malam biasanya memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi karena pada malam hari seseorang kurang produktif melakukan pekerjaan daripada shift pagi atau sore hari.
ü  Gaya kepemimpinan: pemimpin yang baik, bijaksana, ramah dan memahami karyawannya biasanya juga memiliki gaya kepemimpinan yang baik. Gaya kemimpinan yang baik akan membuat karyawan nyaman malakukan pekerjaan mereka dan tidak melakukan absensi. Namun, kepemimpinan yang tidak baik akan sebaliknya.
ü  Pemilikan perusahaan
ü  Tingkat stress dan resiko kerja: karyawan yang tidak nyaman dalam pekerjaannya atau yang memiliki banyak tekanan akan lebih cenderung untuk melakukan absensi. Resiko kerja yang berat juga menyebabkan absensi terjadi daripada resiko kerja yang rendah.
ü  Kesempatan untuk maju: jika dalam suatu perusahaan para karyawan memiliki kesempatan yang besar untuk maju atau menuju level kerja yang lebih tinngi, maka para karyawan akan lebih bersemangat dan optimal dalam melakukan pekerjaan. Mereka terus meningkatkan kualitas pekerjaan mereka agar mereka memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Berdasarkan Sudut Pandang Sumber Lain Faktor Penentu  Absensi
1. Level Tinggi - Level  Rendah
Level Rendah, dikarenakan karyawan tersebut merasa belum memiliki posisi yang tinggi dan berpengaruh di perusahaan tersebut maka karyawan cenderung malas sehingga menyebabkan absensi.
2. Lama Masa Kerja Tinggi – Lama Masa Kerja Rendah
 Lama masa kerja tinggi, dikarenakan karyawan merasa bosan dengan lingkungan yang ada pada perusahaan tersebut sehingga karyawan akan lebih sering absen daripada yang lama masa kerjanya rendah.
3. Tuntutan Pekerjaan Banyak - Tuntutan Pekerjaan Sedikit
            Tuntutan pekerjaan rendah, dikarenakan karyawan tersebut merasa belum memiliki tanggung  jawab yang banyak sehingga membuatnya cenderung lebih sering absen.




FAKTOR YANG MENYEBABKAN TURNOVER

Faktor pribadi
Berikut ini merupakan 2 hal yang menyebabkan seseorang melakukan turnover, yaitu:
ü  Performasi kerja
ü  Lama kerja
Faktor organisasi
Ada beberapa hal yang berasal dari oraganisasi yang menyebabkan seseorang melakukan turnover, yaitu:
ü  Gaji: gaji yang besar akan mendorong seseorang untuk bertahan melakukan suatu pekerjaan dan enggan untuk memilih pekerjaan yang lain. Namun, apabila gaji yang ditawarkan oleh suatu pekerjaan rendah, biasanya para karyawan akan melakukan turnover. Mereka akan memilih pekerjaan yang menawarkan gaji yang lebih besar.
ü  Kesempatan promosi: setiap karyawan pasti memiliki keinginan untuk memiliki level pekerjaan yang lebih tinggi, apabila mereka tetap pada posisi awal padahal mereka telah melakukan pekerjaan dengan baik dan optimal, mereka akan merasa bosan. Dan jalan terakhir yang mereka pilih ialah pindaj kerja (turnover). Namun apabial suatu organisasi atau perusahaan memberikan apresiasi dan memberikan setiap karyawan kesempatan promosi, maka turnover tidak terjadi.
ü  Tingkat rutinitas kerja

FAKTOR PENENTU PINDAH KERJA

Menurut Thai, dkk (1998) beberapa karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut :
a.    Beban Kerja
Hart & Staveland dalam Kasmarani (2012) mengatakan bahwa beban  kerja  merupakan sesuatu  yang  muncul  dari  interaksi antara  tuntutan  tugas-tugas, lingkungan  kerja  dimana  digunakan sebagai  tempat  kerja,  keterampilan, perilaku  dan  persepsi  dari  pekerja. Beban kerja dibedakan menjadi 2 yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif timbul oleh karena tugas-tugas yang terlalu banyak ataupun sedikit yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kualitatif yaitu jika orang tidak bisa mengerjakan suatu tugas atau tugas yang diberikan  tidak menggunakan keterampilan dan potensi yang sesuai dari tenaga kerja.
b.    Lama Bekerja
Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan karena setelah lama bekerja, harapan-harapan yang semula dari pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Hasil penelitian Prihastuti (1992) dalam Purwanti (2008) menunjukan adanya korelasi yang negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat.
c.    Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Ganster (1986) dalam Istijanto (2005) menjelaskan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.
d.   Kompensasi
Dalam buku manajemen sumber daya manusia, insentif merupakan bagian dari imbalan. Secara umum imbalan dibagi menjadi dua kategori, yaitu imbalan langsung, yang terdiri dari komponen imbalan yang diterima secara langsung, rutin atau periodik oleh pekerja/karyawan dan tidak langsung, terdiri dari komponen imbalan yang diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada karyawan. Pemberian imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat penting, mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan atas sesuatu dari organisasi, sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja. Imbalan selain berbentuk uang dapat juga berupa fasilitas dan bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang (Ruky, 2001).
Masalah pengelolaan imbalan sangat penting bukan hanya merupakan dorongan utama seseorang untuk menjadi karyawan/tenaga, tetapi juga karena imbalan yang diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan kegairahan kerja para personil organisasi (Sunarto, 2005).

1.      VARIABEL PRIBADI DAN PINDAH KERJA

Penelitian variabel pribadi yang berkaitan dengan pindah kerja didominasi oleh penyelidikan kepuasan kerja karyawan, tetapi karakteristik individual lain yang mungkin relevan telah diselidiki seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya. Dari semua variabel yang terdaftar, lamanya kerja dan keinginan yang dinyatakan untuk tinggal dengan organisasi telah ditemukan paling konsisten berkaitan dengan pindah kerja dan hubungannya adalah negatif. Keluar masuk kerja yang lebih sedikit berkaitan dengan lama kerja yang lebih lama dan keinginan lebih besar yang diungkapkan untuk tinggal.

Orang yang tinggal dan orang yang meninggalkan dalam studi Dreher semuanya memasuki perusahaan pada saat yang kira-kira sama, tetapi orang yang tinggal menerima lebih banyak promosi setiap tahun dan evaluasi unjuk kerja yang cukup lebih tinggi daripada orang yang meninggalkan. Kesimpulan dari Dreher, Keller, McEvoy dan Cascio, dan lainnya adalah jelas sekali pindah kerja memberikan manfaat pada organisasi dalam hal, bahwa orang yang memiliki unjuk kerja buruk meninggalkannya. Unjuk kerja tinggi dan rendah lebih mungkin meninggalkan organisasi daripada orang yang memiliki unjuk kerja rata-rata. Kesimpulannya adalah terdapat semacam hubungan antara unjuk kerja dan lamanya kerja kelihatannya tidak dapat dielakkan.

2.      VARIABEL ORGANISASI DAN PINDAH KERJA

Sistem penghargaan dari suatu organisasi adalah pengaruh secara organisasional atau situasional terhadap pindah kerja. Variabel situasional lain yang telah diteliti dalam konteks ini termasuk gaji, kesempatan promosi, dan sejauh mana kerja dalam suatu jabatan adalah rutin. Baik gaji maupun kesempatan promosi telah ditemukan mempunyai korelasi negatif dengan pindah kerja, sedang rutinitas biasanya mempunyai korelasi positif dengan pindah kerja. Semakin rutin suatu pekerjaan, semakin besar pula pindah kerja.

FAKTOR PENENTU KOMITMEN KERJA

Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Misalnya, Steers (1985) mengidentifikasi tiga ada faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 
1. Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi, kebutuhan dan keinginan yang berbeda dan tiap karyawan. 
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja. 
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai anisasi.
David (dalam Minner, 1997) mengemukakan empat faktor yang mengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll.
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.
3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecihiya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

Stum (1998) mengemukakan ada 5 faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasional: 
a. budaya keterbukaan 
b. kepuasan kerja 
c. kesempatan personal untuk berkembang 
d. arah organisasi dan 
e. penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. 

Sedangkan Young et.al (1998) mengemukakan ada 8 faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional: 
(1) Kepuasan terhadap promosi, 
(2) karakteristik peketjaan, 
(3) komunikasi, 
(4) kepuasan terhadap kepemimpinan, 
(5) pertukaran ekstrinsik, 
(6) pertukaran intrinsik, 
(7) imbalan intrinsik, dan 
(8) imbalan ekstrinsik.

Steers dan Porter (dalam Supriyanto, 2000) mengemukakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Faktor personal yang meliputi job expectations, psychological contract, jot choice factors, karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akar membentuk komitmen awal.
2. Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akar membentuk atau memunculkan tanggung jawab.
3. Non-organizational faktors, yang meliputi availability of alternative jobs. Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya altematif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu karyawan akar meninggalkannya.

Faktor Pribadi
            Adapun faktor-faktor yang berasal dari diri sendiri yang mempengaruhi komitmen kerja, yaitu:
ü  Jenis kelamin: pada wanita lebih rendah karena konflik peran.
ü  Usia: semakin tua maka semakin tinggi.
ü  Perasaan untuk mampu mengerjakan tugas: seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, maka mereka akan berusaha seoptimal mungkin untuk melakukan pekerjaan yang baik. Mereka memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai hasil yang optimal. Namun, seseorang yang memiliki komitmen yang rendah, mereka akan merasa tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan sebelum mencobanya.
Faktor Karakteristik Pekerjaan (arti dan nilai kerja)
Tekanan luar:
ü  Status perkawinan
ü  Tanggung jawab pada keluarga: seseorang yang telah memiliki keluaraga akan memili komitmen kerja yang lebih tinggi. Karena dengan melakukan pekerjaan dengan baik maka mereka akan memperoleh hasil yang baik pula, di mana hasil tersebut mereka gunakan untuk memenuhi tanggung jawab mereka pada keluarga.
ü  Dukungan pasangan: apabila sseorang terus dimotivasi untuk melakukan pekerjaan, maka mereka akan memiliki komitmen yang tinggi pula. Motivasi pasanganlah yang sangat penting.
ü  Kepuasan dengan kehidupan keluarga.
Penghasilan pasangan: seseorang yang memiliki pasangan dengan gaji lebih tinggi, cenderung memiliki komitmen yang lebih rendah karena penghasilan mereka telah merasa puas dengan kehidupan henya dengan penghasilan yang pasangan mereka. Namun, apabila penghasilan pasangan rendah maka seseorang akan memiliki komitmen kerja yang lebih tinggi demi memenuhi kebutuhan dalam keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar