FAKTOR PENENTU ABSEN
Pencarian karateristik perorangan dan variabel
organisasi yang berkaitan dengan absen telah berkembang sebagian karena
kesadaran bahwa ketidakpuasan kerja saja
tidaklah cukup untuk menjelaskannya. Namun harus dicatat bahwa mereka yang
menyatakan hipotesa “ketidakpuasan kerja menyebabkan absen” telah memberikan
sumbangan yang berarti dalam penelitian ini. Dengan usaha mengidentifikasikan
karateristik dan variabel berkaitan dengan ketidakpuasan (dan dengan lebih
banyak absen) , mereka telah menghasilkan kumpulan data yang sangat berguna.
Steers dan Rhodes memberikan kerangka kerja umum untuk mengorganisasikan dan
memahami penelitian masalah absen yang dilukiskan dalam gambar. Disini kita
akan meriview hubungan dari dua kategori besar dari variable perorangan dan
variable organisasi.
1.
Faktor
Pribadi
Ada
beberapa faktor yang berasal dari karyawan yang menyebabkan absensi yaitu:
ü Jenis kelamin:
perempuan lebih cenderung melakukan absensi daripada laki-laki karena, perempuan selain mremiliki pekerjaan dalam
organisasi, mereka juga memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga seperti
suami, anak dan keadaan lingkungan rumah.
ü Tingkat pekerjaan
ü Lama kerja
ü Tuntutan pekerjaan
2.
Faktor
Organisasi
Ada
beberapa faktor yang berasal dari organisasi yang menyebabkan absensi, yaitu:
ü Sifat kerja:
semakin membosankan suatu pekerjaan, maka kecenderungan munculnya ketidakpuasan
kerja semakin besar. Ketidakpuasaan kerja ini akan menyebabkan para karyawan
melakukan absensi. Namun pekerjaan yang menyenangkan, menarik akan mendorong
karyawan untuk lebih bersemangat dalam melakukan pekerjaan mereka. Bagi mereka
absensi adalah hal yang tidak baik, bahkan merugikan bagi mereka.
ü Ukuran kelompok:
kelompok organisasi yang kecil memiliki tingkat absensi yang lebih kecil.
Karena, anggota kelompok memiliki tanggung jawab pada pekerjaan yang telah
dibagi. Mereka biasanya akan melakukan pekerjaan secepat mungkin tanpa menunggu
orang lain melukukannya. Sedangkan kelompok besar cenderung memiliki tingkat
absensi yang lebih besar. Karena biasanya jika dalam sebuah kelompok terdapat
banyak orang, anggota kelompok cenderung mengundur pekerjaan mereka dan
berharap anggota lain yang akan melakukannya. Inilah hal-hal yang membuat
mereka cenderung melakukan absensi.
ü Shift kerja:
ada beberapa jenis pekerjaan yang memiliki shift kerja seperti satpam dan
lainnya. Ada 3 shift dalam sehari yaitu pagi, sore dan malam. Shift kerja pada
waktu malam biasanya memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi karena pada
malam hari seseorang kurang produktif melakukan pekerjaan daripada shift pagi
atau sore hari.
ü Gaya kepemimpinan:
pemimpin yang baik, bijaksana, ramah dan memahami karyawannya biasanya juga
memiliki gaya kepemimpinan yang baik. Gaya kemimpinan yang baik akan membuat
karyawan nyaman malakukan pekerjaan mereka dan tidak melakukan absensi. Namun,
kepemimpinan yang tidak baik akan sebaliknya.
ü Pemilikan perusahaan
ü Tingkat stress dan
resiko kerja: karyawan yang tidak nyaman dalam
pekerjaannya atau yang memiliki banyak tekanan akan lebih cenderung untuk
melakukan absensi. Resiko kerja yang berat juga menyebabkan absensi terjadi
daripada resiko kerja yang rendah.
ü Kesempatan untuk maju:
jika dalam suatu perusahaan para karyawan memiliki kesempatan yang besar untuk
maju atau menuju level kerja yang lebih tinngi, maka para karyawan akan lebih
bersemangat dan optimal dalam melakukan pekerjaan. Mereka terus meningkatkan
kualitas pekerjaan mereka agar mereka memiliki kesempatan untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi.
Berdasarkan Sudut Pandang Sumber Lain Faktor Penentu Absensi
1.
Level Tinggi - Level Rendah
Level
Rendah, dikarenakan karyawan tersebut merasa belum memiliki posisi yang tinggi
dan berpengaruh di perusahaan tersebut maka karyawan cenderung malas sehingga
menyebabkan absensi.
2.
Lama Masa Kerja Tinggi – Lama Masa Kerja Rendah
Lama masa kerja tinggi, dikarenakan karyawan
merasa bosan dengan lingkungan yang ada pada perusahaan tersebut sehingga
karyawan akan lebih sering absen daripada yang lama masa kerjanya rendah.
3.
Tuntutan Pekerjaan Banyak - Tuntutan Pekerjaan Sedikit
Tuntutan
pekerjaan rendah, dikarenakan karyawan tersebut merasa belum memiliki
tanggung jawab yang banyak sehingga
membuatnya cenderung lebih sering absen.
FAKTOR YANG MENYEBABKAN
TURNOVER
Faktor pribadi
Berikut
ini merupakan 2 hal yang menyebabkan seseorang melakukan turnover, yaitu:
ü Performasi kerja
ü Lama kerja
Faktor organisasi
Ada beberapa hal yang berasal dari oraganisasi yang
menyebabkan seseorang melakukan turnover, yaitu:
ü Gaji:
gaji yang besar akan mendorong seseorang untuk bertahan melakukan suatu
pekerjaan dan enggan untuk memilih pekerjaan yang lain. Namun, apabila gaji
yang ditawarkan oleh suatu pekerjaan rendah, biasanya para karyawan akan
melakukan turnover. Mereka akan memilih pekerjaan yang menawarkan gaji yang
lebih besar.
ü Kesempatan promosi:
setiap karyawan pasti memiliki keinginan untuk memiliki level pekerjaan yang
lebih tinggi, apabila mereka tetap pada posisi awal padahal mereka telah
melakukan pekerjaan dengan baik dan optimal, mereka akan merasa bosan. Dan
jalan terakhir yang mereka pilih ialah pindaj kerja (turnover). Namun apabial
suatu organisasi atau perusahaan memberikan apresiasi dan memberikan setiap
karyawan kesempatan promosi, maka turnover tidak terjadi.
ü Tingkat rutinitas kerja
FAKTOR
PENENTU PINDAH KERJA
Menurut Thai, dkk (1998) beberapa
karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah
sebagai berikut :
a.
Beban Kerja
Hart &
Staveland dalam Kasmarani (2012) mengatakan bahwa beban kerja
merupakan sesuatu yang muncul
dari interaksi antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan
kerja dimana digunakan sebagai tempat
kerja, keterampilan,
perilaku dan persepsi
dari pekerja. Beban kerja dibedakan menjadi 2 yaitu secara kuantitatif
dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif timbul oleh karena tugas-tugas yang
terlalu banyak ataupun sedikit yang diberikan kepada tenaga kerja untuk
diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kualitatif yaitu jika orang
tidak bisa mengerjakan suatu tugas atau tugas yang diberikan tidak menggunakan keterampilan dan potensi yang
sesuai dari tenaga kerja.
b.
Lama Bekerja
Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan karena
setelah lama bekerja, harapan-harapan yang semula dari pekerjaan itu berbeda
dengan kenyataan yang didapat. Hasil penelitian Prihastuti (1992) dalam
Purwanti (2008) menunjukan adanya korelasi yang negatif antara masa kerja
dengan kecenderungan turnover, yang
berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga
kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan
masa kerja lebih singkat.
c.
Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Menurut Ganster (1986) dalam Istijanto (2005) menjelaskan bahwa
dukungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendukung aspek
psikologis karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi,
termotivasi, dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya.
Sedangkan karyawan yang kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami
frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan
dampak lainnya tingginya absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai
pada berhenti bekerja.
d. Kompensasi
Dalam
buku manajemen sumber daya manusia, insentif merupakan bagian dari imbalan.
Secara umum imbalan dibagi menjadi dua kategori, yaitu imbalan langsung, yang
terdiri dari komponen imbalan yang diterima secara langsung, rutin atau
periodik oleh pekerja/karyawan dan tidak langsung, terdiri dari komponen
imbalan yang diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada karyawan. Pemberian
imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat penting, mengingat setiap
pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan atas sesuatu dari organisasi,
sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja. Imbalan selain
berbentuk uang dapat juga berupa fasilitas dan bentuk lain yang dapat dinilai
dengan uang (Ruky, 2001).
Masalah
pengelolaan imbalan sangat penting bukan hanya merupakan dorongan utama
seseorang untuk menjadi karyawan/tenaga, tetapi juga karena imbalan yang
diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan
kegairahan kerja para personil organisasi (Sunarto, 2005).
1.
VARIABEL
PRIBADI DAN PINDAH KERJA
Penelitian variabel pribadi yang berkaitan dengan pindah kerja didominasi oleh penyelidikan kepuasan kerja karyawan, tetapi karakteristik individual lain yang mungkin relevan telah diselidiki seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya. Dari semua variabel yang terdaftar, lamanya kerja dan keinginan yang dinyatakan untuk tinggal dengan organisasi telah ditemukan paling konsisten berkaitan dengan pindah kerja dan hubungannya adalah negatif. Keluar masuk kerja yang lebih sedikit berkaitan dengan lama kerja yang lebih lama dan keinginan lebih besar yang diungkapkan untuk tinggal.
Orang yang tinggal dan orang yang meninggalkan dalam studi Dreher semuanya memasuki perusahaan pada saat yang kira-kira sama, tetapi orang yang tinggal menerima lebih banyak promosi setiap tahun dan evaluasi unjuk kerja yang cukup lebih tinggi daripada orang yang meninggalkan. Kesimpulan dari Dreher, Keller, McEvoy dan Cascio, dan lainnya adalah jelas sekali pindah kerja memberikan manfaat pada organisasi dalam hal, bahwa orang yang memiliki unjuk kerja buruk meninggalkannya. Unjuk kerja tinggi dan rendah lebih mungkin meninggalkan organisasi daripada orang yang memiliki unjuk kerja rata-rata. Kesimpulannya adalah terdapat semacam hubungan antara unjuk kerja dan lamanya kerja kelihatannya tidak dapat dielakkan.
2.
VARIABEL
ORGANISASI DAN PINDAH KERJA
Sistem penghargaan dari suatu organisasi adalah pengaruh secara organisasional atau situasional terhadap pindah kerja. Variabel situasional lain yang telah diteliti dalam konteks ini termasuk gaji, kesempatan promosi, dan sejauh mana kerja dalam suatu jabatan adalah rutin. Baik gaji maupun kesempatan promosi telah ditemukan mempunyai korelasi negatif dengan pindah kerja, sedang rutinitas biasanya mempunyai korelasi positif dengan pindah kerja. Semakin rutin suatu pekerjaan, semakin besar pula pindah kerja.
FAKTOR PENENTU KOMITMEN KERJA
Komitmen
karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang
cukup panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi juga ditentukan
oleh sejumlah faktor. Misalnya, Steers (1985) mengidentifikasi tiga ada faktor
yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1.
Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi,
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dan tiap karyawan.
2.
Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan sekerja.
3.
Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara
pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai
anisasi.
David
(dalam Minner, 1997) mengemukakan empat faktor yang mengaruhi komitmen karyawan
pada organisasi, yaitu:
1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja, kepribadian, dll.
2.
Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.
3.
Karakteristik struktur, misalnya besar/kecihiya organisasi, bentuk organisasi
seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat
pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4.
Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat
komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja
dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki
tingkat komitmen yang berlainan.
Stum
(1998) mengemukakan ada 5 faktor yang berpengaruh terhadap komitmen
organisasional:
a.
budaya keterbukaan
b.
kepuasan kerja
c.
kesempatan personal untuk berkembang
d.
arah organisasi dan
e.
penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan
Young et.al (1998) mengemukakan ada 8 faktor yang secara positif berpengaruh
terhadap komitmen organisasional:
(1)
Kepuasan terhadap promosi,
(2)
karakteristik peketjaan,
(3)
komunikasi,
(4)
kepuasan terhadap kepemimpinan,
(5)
pertukaran ekstrinsik,
(6)
pertukaran intrinsik,
(7)
imbalan intrinsik, dan
(8)
imbalan ekstrinsik.
Steers
dan Porter (dalam Supriyanto, 2000) mengemukakan ada sejumlah faktor yang
memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1.
Faktor personal yang meliputi job expectations, psychological contract, jot
choice factors, karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akar membentuk
komitmen awal.
2.
Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope, supervision,
goal consistency organizational. Semua faktor itu akar membentuk atau
memunculkan tanggung jawab.
3.
Non-organizational faktors, yang meliputi availability of alternative jobs.
Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya
altematif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu karyawan akar
meninggalkannya.
Faktor Pribadi
Adapun faktor-faktor yang berasal
dari diri sendiri yang mempengaruhi komitmen kerja, yaitu:
ü Jenis kelamin:
pada wanita lebih rendah karena konflik peran.
ü Usia:
semakin tua maka semakin tinggi.
ü Perasaan untuk mampu
mengerjakan tugas: seseorang yang
memiliki rasa percaya diri yang tinggi, maka mereka akan berusaha seoptimal
mungkin untuk melakukan pekerjaan yang baik. Mereka memiliki komitmen yang
tinggi untuk mencapai hasil yang optimal. Namun, seseorang yang memiliki
komitmen yang rendah, mereka akan merasa tidak mampu untuk melakukan suatu
pekerjaan sebelum mencobanya.
Faktor
Karakteristik Pekerjaan (arti dan nilai kerja)
Tekanan
luar:
ü Status perkawinan
ü Tanggung
jawab pada keluarga: seseorang yang telah memiliki keluaraga akan memili
komitmen kerja yang lebih tinggi. Karena dengan melakukan pekerjaan dengan baik
maka mereka akan memperoleh hasil yang baik pula, di mana hasil tersebut mereka
gunakan untuk memenuhi tanggung jawab mereka pada keluarga.
ü Dukungan pasangan:
apabila sseorang terus dimotivasi untuk melakukan pekerjaan, maka mereka akan
memiliki komitmen yang tinggi pula. Motivasi pasanganlah yang sangat penting.
ü Kepuasan dengan
kehidupan keluarga.
Penghasilan pasangan: seseorang yang memiliki pasangan dengan gaji lebih tinggi, cenderung
memiliki komitmen yang lebih rendah karena penghasilan mereka telah merasa puas
dengan kehidupan henya dengan penghasilan yang pasangan mereka. Namun, apabila
penghasilan pasangan rendah maka seseorang akan memiliki komitmen kerja yang
lebih tinggi demi memenuhi kebutuhan dalam keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar