Jumat, 07 November 2014

Untukmu Sahabatku (Part 2)

Ini bagian kedua dari cerita sebelumnya. Kalau ada yang belum membaca bisa dilihat di sini .
Selamat membaca.~ 



Pengakuan Diva minggu lalu masih terekam jelas dalam memoriku. Aku masih gak habis pikir Diva akan selancar itu nyeritain masalah dia.Aku yang dengar dia cerita udah hampir kehabisan napas. Tapi dia dengan lancarnya tetap cerita sampai selesai.
Drrrrttttt dddrrtttt... 

            “Tha, ke rumah aku sekarang ya. Tolong.”

            Sehabis aku membaca pesan dari Diva, aku lalu menelpon Diva. Tetapi sambungan langsung terputus. Aissh, kenapa sih ni anak ? Buat kepikiran aja. Buru-buru aku langsung ke rumah dia. Setengah jam perjalanan ke rumah dia terasa tiga jam perjalanan. Berbagai macam alasan buruk langsung terlintas dalam pikirku. Ah, langsung aku buang jauh-jauh pikiran tersebut. Mungkin Diva memang cuma ingin aku main rumahnya.
Sesampainya di sana aku melihat keanehan. Rumah yang biasanya dijaga para satpam kini terlihat sunyi. Seperti rumah yang  tak berpenghuni. Aku langsung turun dari mobil dan menekan bel yang terletak di samping pagar rumah. Mbak Santi yang biasa menjaga rumah Diva keluar dari rumah. Kulihat tangannya membawa dua note kecil. Mbak Santi kemudian membuka pagar rumah tersebut. Dengan tampang kebingungan mbak Santi melihatku. Kemudian mbak Santi menyerahkan note yang ada ditangannya kepadaku. Kuterima kedua note itu dengan tampang bingung. Masih dalam keadaanku yang bingung dengan dua note itu mbak Santi menjelaskan semuanya. Bagai tersengat listrik di siang bolong badanku langsung menegang. Aku kehilangan kata-kata. Mungkin juga sejenak jiwaku pergi entah melayang ke mana. Kemudian jiwaku kembali ketika mbak Santi menegurku dan mengatakan bahwa dia harus kembali ke kampung halamannya. Aku kemudian permisi pulang.
Dalam keadaan setengah sadar aku berjalan ke kamar. Diva. Dia masih tetap Diva yang kukenal. Aku selalu kehabisan kata-kata ketika aku menjelaskan tentang dirinya. Ketika di kamar aku langsung melihat note yang diberikan mbak Santi. Aku perhatikan sampul note itu. Di salah satu sampul itu tertulis, ‘untuk Detha’. Kubuka lembaran pertama .

Hai, selamat membaca hidupku, teman hidupku.

Aku tersenyum. Aku masih ingat dengan jelas kalimat Diva yang mengatakan padaku bahwa aku adalah teman hidupnya. Kemudian aku membalik dan membaca halaman selanjutnya.
Sebenarnya aku lebih suka cerita langsung sama kamu. Biar aku lebih mudah ngeliat ekspresi wajah kamu yang seperti orang kehabisan napas itu.Tapi gak asyik ah, ntar kamu pasti langsung lupa dengan ceritaku. Kamukan pelupa.. Makanya aku tulis cerita ini dalam sebuah note untuk kamu. Biar kamu selalu ingat samaku. Sejauh apapun jarak di antara kita.

Detha, aku tahu kamu sekarang pasti bingung kenapa aku tiba-tiba pergi. Seperti yang aku jelasin sama kamu minggu lalu. Dia datang kembali di hidupku. Hah, ngapain sih dia datang lagi ? Jujur Tha, aku benci. Aku udah bahagia dengan hidupku.Tapi ternyata Tuhan punya alasan lain Tha. Aku gak mau buat kamu sedih . Maaf aku udah bohong sama kamu.
Bibit tumor itu ternyata menjadi kanker Tha. Aku pikir dokter becanda. Kamu tahukan dokter sering banget becanda samaku. Kata dokter, waktu aku udah gak lama lagi Tha. Nah, kamu tahu. Sewaktu dokter bilang gitu aku langsung jawab apa?. Yap, kamu bener, aku langsung jawab sama seperti yang kamu ajarin waktu aku becanda nanya masalah itu .
            Ingatanku langsung kembali saat kami makan siang di luar dan becanda soal penyakit yang pernah di derita Diva.
“Tha Tha, seandainya kemarin bibit tumor aku gak bisa disembuhin dan kata dokter hidupku gak lama lagi . Aku harus gimana ya Tha ?”
Aku langsung terdiam, namun aku tanggapi pertanyaan itu dengan kalimat candaan.
“Hahaha, lucu banget pertanyaan kamu, jawab aja gini : Dokter, jangan sembarangan ngomong. Emang dokter Tuhan ? Ntar kalau saya pergi fans-fans saya gimana dok?”
Kamu tau Tha, dokternya malah diam aja aku jawab gitu. Kan aneh ya dokternya. Beneran ngajakin becanda kayanya. Eh, tapi gak lama Tha, Perawatnya masuk dan bawa hasil lab aku. Ya, dari situ aku baru tau kalau dokternya emang gak becanda.

Maaf  ya Tha, maaf aku gak jujur sama kamu. Aku udah tau masalah ini sejak sebulan yang lalu. Minggu lalu aku bohong. Aku bilang aku baru tahu. Padahal, aku bilang gitu karena baru punya keberanian untuk cerita sama kamu.Engga Tha, jangan beranggapan cuma kamu yang nganggap aku sahabat. Aku selalu anggap kamu sahabat terbaik aku kok.
Aku begini bukan tanpa alasan Tha.Aku gak mau buat kamu khawatir dengan keadaan aku. Cukuplah aku buat kamu nangis lima tahun yang lalu terhadap vonis penyakit yang aku terima. Kalau harus lebih dari itu melihat kamu khawatir. Aku gak sanggup Tha.
Kamu pasti udah dengar cerita ini dari mbak Santi. Dua hari yang lalu papaku datang Tha. Beliau marah besar setelah tahu tentang keadaanku yang sebenarnya. Aku tahu, mama yang cerita. Setelah pisah mereka masih berhubungan Tha, Namun aku gak peduli itu, aku tahu papa hanya sekedar nanya keadaan aku. Tapi mungkin sepertinya kemarin mama sudah teramat kalut tentang penyakit aku. Meskipun aku sudah bilang aku akan baik-baik saja.
Papa mengajak aku untuk pergi ke Amerika dan melakukan pengobatan di sana. Papa berharap semua belum terlambat. Aku sempat menggantungkan harapan terhadap kalimat papa. Aku boleh optimis kan Tha ?
Terima kasih ya Tha. Terima kasih untuk semuanya. Maaf untuk kesalahanku yang selalu buat kamu kehabisan kata-kata menghadapi aku dan tolong sampein maaf aku buat semua yang udah pernah aku buat patah hati. Sampai ketemu ya Tha. Aku sangat berharap banget kita bisa ketemu lagi di dunia ini meski di belahan bumi yang tidak pernah kita bayangkan. Tapi, kalau Tuhan cuma ingin kita ketemu di  dunia lain. Kita bisa apa ?
Oiya,kalau suatu saat kamu ketemu Bintang, tolong sampein salam aku sama dia ya. Tolong sampein, aku udah nepatin janji dia buat jadiin dia yang pertama dan terakhir untukku. Sampein maaf aku kalau aku gak bisa nunggu dia terlalu lama lagi. Terima kasih sekali lagi teman hidupku.
Please, hapus air mata kamu. Kamu gak punya pacar, pasti gak ada yang bakalan hapusin air mata kamu. Jadi tolong hapus sendiri ! Nah, gitu dong senyum J
-aku janji aku gak bakalan dengar curhatan yang lain lagi. Aku janji aku cuma bakal dengar curhatan kamu. Makanya aku siapin note satu lagi buat kamu tulis masalah-masalah kamu-
Sahabatku, teman hidupku.Tolong jangan rindukan aku...
            Aku tersenyum. Senyum yang menyesakkan dada. Kulihat bantal tidurku telah basah. Ternyata aku menangis tanpa aku sadari. Aku terdiam. Diva selalu begitu. Selalu membuat aku kehabisan kata-kata. Meski kini kami dipisahkan jarak.

            Di manapun kamu sekarang, aku harap kamu segera sembuh ya Div. Maaf, Aku pasti merindukanmu ! Sahabatku.
#################################################################################

Gimana ceritanya ? Sedih, gak jelas, atau ngambang ?
Harap maklum ya, namanya juga karya pertama ahhaha..
Yahh... bagaimanapun pendapat kalian, saya ucapkan terima kasih.
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini . Semoga bermanfaat :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar